Sudah menjadi kebiasaan disemua kalangan lapisan masyarakat yang memandang perkara soal mendengar maupun memainkan musik itu adalah hal yang biasa. Apalagi sekarang muncul trend musik-musik yang katanya islami githu. Musik islami kata mereka itu seperti nasyid, kasidah, dll yang terkadang diringi dengan alat musik seperti Rebbana, Gitar, Piano dan semacamnya, dan ada juga yang sedang hits nya tanpa memakai alat musik namun hanya menggunakan suara yang menyerupai suara alat musik inilah yang disebut beat box. So, pernahkah disadari hal yang sangat esensi dari kita mendengar ataupun meminkan musik itu sendiri? benarkah musik islami itu dibolehkan ? dan bagaimana dengan alat musik islami seperti rebbana apakah dibenarkan dalam islam? serta bagaimana pendapat ulama khususnya tentang madzhab Imam Syafi'i menyikapi hal ini?
Benarkah Musik Islami Itu Haram?
Saudaraku, siapa di antara kita yang tidak mengenal musik? Dan di antara orang yang mengenal musik, siapa dari mereka yang menyukainya? Mungkin ada di antara kita yang mengangkat tangan dan ada yang tidak. Sebagian kita ada yang menyukai musik dan ada yang tidak. Karena hal ini disebabkan oleh adanya pro dan kontra akan hukum musik itu sendiri dan juga karena ketidaktahuan kita akan manfaat dan bahaya musik itu sendiri.Pada kesempatan kali ini, mari kita simak bersama, apa sih sebenarnya hukum musik itu sendiri? Terkhusus lagi, jika musik itu dinisbatkan kepada Islam. Sebelum kita membahas bersama, ada kesepakatan yang harus kita patuhi. Karena kita adalah orang Islam, tentunya kita mengimani bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Tuhan kita dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi dan panutan kita. Maka konsekuensi dari itu, kita harus meyakini kebenaran yang datang dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Bukankah begitu, wahai saudaraku? Oke, mari kita simak dan renungkan bersama pembahasan kali ini.
Bagaimana Allah menerangkan hal ini dalam Al-Qur’an?
Ternyata, banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan akan hal ini. Satu di antaranya adalah:Firman Allah ‘Azza wa jalla,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ
لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا
أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan
yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman: 6)Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya setelah Allah menceritakan tentang keadaan orang-orang yang berbahagia dalam ayat 1-5, yaitu orang-orang yang mendapat petunjuk dari firman Allah (Al-Qur’an) dan mereka merasa menikmati dan mendapatkan manfaat dari bacaan Al-Qur’an, lalu Allah Jalla Jalaaluh menceritakan dalam ayat 6 ini tentang orang-orang yang sengsara, yang mereka ini berpaling dari mendengarkan Al-Qur’an dan berbalik arah menuju nyanyian dan musik. 1
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu salah satu sahabat senior Nabi berkata ketika ditanya tentang maksud ayat ini, maka beliau menjawab bahwa itu adalah musik, seraya beliau bersumpah dan mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali.2
Begitu juga dengan sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang didoakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar Allah memberikan kelebihan kepada beliau dalam menafsirkan Al-Qur’an sehingga beliau dijuluki sebagai Turjumanul Qur’an, bahwasanya beliau juga mengatakan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan nyanyian.3
Al-Wahidy berkata bahwasanya ayat ini menjadi dalil bahwa nyanyian itu hukumnya haram. 4
Dan masih banyak lagi, ayat-ayat lainnya yang menjelaskan akan hal ini.
Bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkabarkan kepada umatnya tentang musik?
Saudaraku, termasuk mukjizat yang Allah Ta’ala berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pengetahuan beliau tentang hal yang terjadi di masa mendatang. Dahulu, beliau pernah bersabda,
ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف
”Sungguh akan ada sebagian dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik.”5 Saudaraku, bukankah apa yang telah dikabarkan oleh beliau itu telah terjadi pada zaman kita saat ini?
Dan juga dalam hadis lain, secara terang-terangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang musik. Beliau pernah bersabda,
إني لم أنه عن البكاء ولكني نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين :
صوت عند نغمة لهو ولعب ومزامير الشيطان وصوت عند مصيبة لطم وجوه وشق جيوب
ورنة شيطان
“Aku tidak melarang kalian menangis. Namun, yang aku larang
adalah dua suara yang bodoh dan maksiat; suara di saat nyanyian
hiburan/kesenangan, permainan dan lagu-lagu setan, serta suara ketika
terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan jeritan setan.”6Kedua hadis di atas telah menjadi bukti untuk kita bahwasanya Allah dan Rasul-Nya telah melarang nyanyian beserta alat musik.
Sebenarnya, masih banyak bukti-bukti lain baik dari Al-Qur’an, hadis, maupun perkataan ulama yang menunjukkan akan larangan dan celaan Islam terhadap nyanyian dan alat musik. Dan hal ini bisa dirujuk kembali ke kitabnya Ibnul Qayyim yang berjudul Ighatsatul Lahafan atau kitab-kitab ulama lainnya yang membahas tentang hal ini.
Lalu, bagaimana dengan musik Islami?
Setelah kita mengetahui ketiga dalil di atas, mungkin ada yang bertanya di antara kita, lalu bagaimana dengan lagu-lagu yang isinya bertujuan untuk mendakwahkan manusia kepada kebaikan atau nasyid-nasyid Islami yang mengandung ajakan manusia untuk mengingat Allah? Bukankah hal itu mengandung kebaikan?Maka kita jawab, ia benar. Hal itu mengandung kebaikan, tapi menurut siapa? Jika Allah dan Rasul-Nya menganggap hal itu adalah baik dan menjadi salah satu cara terbaik dalam berdakwah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat adalah orang-orang yang paling pertama kali melakukan hal tersebut. Akan tetapi tidak ada satu pun cerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya melakukannya, bahkan mereka melarang dan mencela hal itu.
Wahai saudaraku, perlu diketahui, bahwasanya nasyid Islami yang banyak kita dengar sekarang ini itu, bukanlah nasyid yang dilakukan oleh para sahabat Nabi yang mereka lakukan ketika mereka melakukan perjalanan jauh ataupun ketika mereka bekerja, akan tetapi nasyid-nasyid saat ini itu merupakan budaya kaum sufi yang mereka lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Mereka menjadikan hal ini sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, yang padahal hal ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, maka dari mana mereka mendapatkan hal ini?
Maka telah jelas bagi kita, bahwa kaum sufi tersebut telah membuat syariat baru, yaitu membuat suatu bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala dengan cara melantunkan nasyid yang hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 7
Waktu-waktu yang diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat musik
Saudaraku, ternyata Islam tidak melarang kita secara mutlak untuk bernyanyi dan bermain alat musik. Ada waktu-waktu tertentu yang kita diperbolehkan untuk melakukan hal itu. Kapan itu?1. Ketika Hari raya
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh istri beliau, Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu masuk (ke tempatku) dan di dekatku ada dua anak perempuan kecil dari wanita Anshar, sedang bernyanyi tentang apa yang dikatakan oleh kaum Anshar pada masa perang Bu’ats.” Lalu aku berkata, “Keduanya bukanlah penyanyi.” Lalu Abu Bakar berkata, “Apakah seruling setan ada di dalam rumah Rasulullah?” Hal itu terjadi ketika Hari Raya. Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya dan ini adalah hari raya kita.” 82. Ketika pernikahan
Hal ini berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menceritakan tentang anak kecil yang menabuh rebana dan bernyanyi dalam acara pernikahannya Rubayyi’ bintu Mu’awwidz yang pada waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari adanya hal tersebut.Dan juga berdasarkan dari sebuah hadis, bahwasanya beliau pernah bersabda, “Pembeda antara yang halal dan yang haram adalah menabuh rebana dan suara dalam pernikahan.”9
Jadi, telah jelas bukan, bahwa keadaan yang diperbolehkan untuk bernyanyi dan bermain alat musik hanyalah ketika hari raya dan pernikahan. Dan alat musik yang diperbolehkan hanyalah duff (rebana) yang hanya dimainkan oleh wanita.
Beberapa karakter khas yang ada dalam nyanyian dan musik
- Dapat melalaikan hati
- Menghalangi hati untuk memahami Al-Qur’an dan merenungkannnya serta mengamalkan kandungannya
- Al-Qur’an dan nyanyian tidak akan bertemu secara bersamaan dalam hati selamanya. Karena Al Qur’an melarang mengikuti hawa nafsu dan memerintahkan untuk menjaga kesucian hati. Sedangkan nyanyian memerintahkan sebaliknya, bahkan menghiasinya dan merangsang jiwa manusia untuk mengikuti hawa nafsu.
- Nyanyian dan minuman keras ibarat saudara kembar dalam merangsang jiwa untuk melakukan keburukan. Saling mendukung dan menopang satu sama lain.
- Nyanyian itu pencabut kewibawaan seseorang
- Nyanyian dapat menyerap masuk ke dalam pusat khayalan, lalu membangkitkan nafsu dan syahwat yang terpendam di dalamnya.
Karakter-karakter khas yang terdapat pada musik tersebut mencakup semua jenis musik, baik itu musik rock, pop, dangdut, maupun musik Islami. Karena hal ini memang telah terbukti di kalangan para pecinta musik. Dan memang, nyanyian dan musik ini sangat besar pengaruhnya bagi para pelaku dan pendengarnya dari segala sisi, baik dari akidahnya, akhlaknya, maupun dari akal pikirannya yang telah menunjukkan adanya kemerosotan yang sangat signifikan jika dibanding dengan generasi kakek nenek kita, yang mana dulu masih jarang ditemukan adanya nyanyian ataupun musik.
Renungan
Wahai Saudara, kami rasa ketiga dalil dari Al-Qur’an dan hadis di atas dan penjelasan setelahnya, sudah cukup membuktikan kepada kita bahwa Islam melarang adanya nyanyian dan alat-alat musik. Dan juga, sudah cukup melegakan hati saudaraku yang memang sebelumnya kontra dengan musik. Dan menjadikan terang dan jelas bagi saudaraku yang sebelumnya pro dengan musik. Dan telah terjawab sudah, pertanyaan pada judul pembahasan kita saat ini. Bukankah demikian?Namun memang sudah seharusnya bagi kita seorang muslim, untuk menerima dengan tunduk apa yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, tanpa ada rasa berat dan penolakan sedikit pun dari dalam hati kita. Karena jika hal itu terjadi, maka itu adalah salah satu tanda adanya kesombongan yang ada dalam hati kita. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ» قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ
أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: «إِنَّ اللهَ
جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk ke dalam surga seseorang yang di dalam hatinya
ada setitik kesombongan.” Lalu ada seorang laki-laki bertanya pada
beliau, “Sesungguhnya manusia itu menyukai baju yang indah dan sandal
yang bagus.” Lalu beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan
meremehkan manusia.” 11Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan kekuatan untuk bisa melakukan segala apa yang Dia perintahkan dan menjauhi segala apa yang Dia larang. Sesungguhnya Allah Ta’ala-lah yang Maha Pemberi taufik dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanyalah milik Allah semata. Wallahu waliyyut taufiq.
Catatan kaki :
- Lihat Tafsir Ibnu Katsir, hal. 556/3
- Idem
- Idem
- Lihat Ighatsatul Lahafan karya Ibnul Qayyim, hal. 239
- HR. Bukhari, no. 5590
- HR. Hakim 4/40, Baihaqi 4/69
- Lihat penjelasan lebih lengkapnya di at Tahrim atau Ighatsatul Lahafan
- HR. Bukhari, no. 949, dan lain-lain
- HR. At Tirmidzi, no. 1080, dihasankan oleh Syekh Al-Albani
- Lihat At-Tahrim, hal. 151
- HR. Muslim, no. 275
- Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anil ‘Adzim. 2008. Mesir, Daarul Aqidah.
- Ibnu Qayyim al Jauziyyah, Ighatsatul Lahfaan. Maktabah syamilah
- Nashiruddin Al Albani, Tahriim Aalaatit Tharbi. Maktabah syamilah
Penulis: Winning Son Ashari
Pemurajaah: Ust. Sanusin Muhammad, M.A
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/benarkah-musik-islami-itu-haram.html
Alat Musik Dalam Pandangan Ulama Madzhab Syafi’i
Sebagian orang mengira alat musik itu haram karena klaim sebagian kalangan saja. Padahal sejak masa silam, ulama madzhab telah menyatakan haramnya. Musik yang dihasilkan haram didengar bahkan harus dijauhi. Alat musiknya pun haram dimanfaatkan. Jual beli dari alat musik itu pun tidak halal. Kali ini kami akan buktikan dari madzhab Syafi’i secara khusus karena hal ini jarang disinggung oleh para Kyai dan Ulama di negeri kita. Padahal sudah ada di kitab-kitab pegangan mereka.Terlebih dahulu kita lihat bahwa nyanyian yang dihasilkan dari alat musik itu haram. Al Bakriy Ad Dimyathi berkata dalam I’anatuth Tholibin (2: 280),
بخلاف الصوت الحاصل من آلات اللهو والطرب المحرمة – كالوتر – فهو حرام يجب كف النفس من سماعه.
“Berbeda halnya dengan suara yang dihasilkan dari alat musik dan alat
pukul yang haram seperti ‘watr’, nyanyian seperti itu haram. Wajib
menahan diri untuk tidak mendengarnya.”Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Syarh Al Minhaj karya Ibnu Hajar Al Haitami disebutkan ,
( طُنْبُورٍ وَنَحْوِهِ ) مِنْ آلَاتِ اللَّهْوِ وَكُلِّ آلَةِ مَعْصِيَةٍ كَصَلِيبٍ وَكِتَابٍ لَا يَحِلُّ الِانْتِفَاعُ بِهِ
“Thunbur dan alat musik semacamnya, begitu pula setiap alat maksiat
seperti salib dan kitab (maksiat), tidak boleh diambil manfaatnya.” Jika
dikatakan demikian, berarti alat musik tidak boleh dijualbelikan. Jual
belinya berarti jual beli yang tidak halal.Dalam kitab karya Al Khotib Asy Syarbini yaitu Mughni Al Muhtaj disebutkan,
( وَآلَاتُ الْمَلَاهِي ) كَالطُّنْبُورِ ( لَا يَجِبُ فِي
إبْطَالِهَا شَيْءٌ ) ؛ لِأَنَّ مَنْفَعَتَهَا مُحَرَّمَةٌ لَا تُقَابَلُ
بِشَيْءٍ
“Berbagai alat musik seperti at thunbuur tidak wajib ada
ganti rugi ketika barang tersebut dirusak. Karena barang yang diharamkan
pemanfaatannya tidak ada kompensasi sama sekali ketika rusak.”
Perkataan beliau ini menunjukkan bahwa alat musik adalah alat yang
haram. Konsekuensinya tentu haram diperjualbelikan.Dalam kitab Kifayatul Akhyar penjelasan dari Matan Al Ghoyah wat Taqrib (Matan Abi Syuja’) halaman 330 karya Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al Husaini Al Hushniy Ad Dimasyqi Asy Syafi’i ketika menjelaskan perkataan Abu Syuja’ bahwa di antara jual beli yang tidak sah (terlarang) adalah jual beli barang yang tidak ada manfaatnya. Syaikh Taqiyuddin memaparkan bahwa jika seseorang mengambil harta dari jual beli seperti ini, maka itu sama saja mengambil harta dengan jalan yang batil. Dalam perkataan selanjutnya, dijelaskan sebagai berikut:
وأما آلات اللهو المشغلة عن ذكر الله، فإن كانت بعد كسرها لا
تعد مالاً كالمتخذة من الخشب ونحوه فبيعها باطل لأن منفعتها معدومة شرعاً،
ولا يفعل ذلك إلا أهل المعاصي
“Adapun alat musik yang biasa melalaikan dari dzikirullah jika telah
dihancurkan, maka tidak dianggap lagi harta berharga seperti yang telah
hancur tadi berupa kayu dan selainnya, maka jual belinya tetap batil
(tidak sah) karena saat itu tidak ada manfaatnya secara syar’i. Tidaklah
yang melakukan demikian kecuali ahlu maksiat.”Ini perkataan ulama Syafi’iyah yang bukan kami buat-buat. Namun mereka menyatakan sendiri dalam kitab-kitab mereka. Intinya, musik itu haram. Alat musik juga adalah alat yang haram. Pemanfaatannya termasuk diperjualbelikan adalah haram. Artinya, upah yang dihasilkan adalah upah yang haram. Penjelasan ini pun dapat menjawab bagaimana hukum shalawatan dan nasyid dengan menggunakan alat musik. Silakan direnungkan!
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Artikel menarik sebagian bahan kajian lebih jauh tentang musik: “Saatnya Meninggalkan Musik”.
—
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Hukum Menabuh Bedug dan Rebana
Pertanyaan:
Apa hukum mendengarkan tabuhan duff (rebana) dan thabl (bedug, drum, genderang) dalam beberapa acara? Apa perbedaan antara keduanya? Apakah ada perbedaan hukum antara menabuh dan mendengarkan rebana? Apakah ada perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini? Lalu apa hukumnya jika mendengarkan dari kaset? Kami mohon jawaban terperinci mengenai hal ini karena banyaknya pembicaraan dalam hal ini dan banyak opini yang berbeda-beda.Syaikh Alwi bin Abdul Qadir As Segaf hafizhahullah menjawab:
Alhamdulillah,Hukum asal bagi seluruh jenis alat musik adalah haram, baik mendengarkan atau memainkannya, baik laki-laki maupun wanita. Berdasarkan hadits marfu dari Abu Malik Al Asy’ari radhiallahu’anhu :
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ والحريرَ والخَمْرَ والمَعَازِفَ
“Akan datang kaum dari umatku kelak yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan ma’azif (alat musik)” (HR. Bukhari secara mu’allaq dengan shighah jazm)Juga hadits Amir bin Sa’ad Al Bajali, ia berkata:
دَخَلْتُ عَلَى قُرَظَةَ
بْنِ كَعْبٍ، وَأَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، فِي عُرْسٍ، وَإِذَا
جَوَارٍ يُغَنِّينَ، فَقُلْتُ: أَنْتُمَا صَاحِبَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْ أَهْلِ بَدْرٍ، يُفْعَلُ هَذَا
عِنْدَكُمْ؟ فَقَالَ: اجْلِسْ إِنْ شِئْتَ فَاسْمَعْ مَعَنَا، وَإِنْ
شِئْتَ اذْهَبْ، قَدْ رُخِّصَ لَنَا فِي اللَّهْوِ عِنْدَ الْعُرْسِ
“Aku datang ke sebuah acara pernikahan bersama Qurazah bin Ka’ab
dan Abu Mas’ud Al Anshari. Di sana para budak wanita bernyanyi. Aku pun
berkata, ‘Kalian berdua adalah sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan juga ahlul badr, engkau membiarkan ini semua terjadi di
hadapan kalian?’. Mereka berkata: ‘Duduklah jika engkau mau dan
dengarlah nyanyian bersama kami, kalau engkau tidak mau maka pergilah,
sesungguhnya kita diberi rukhshah untuk mendengarkan al lahwu dalam
pesta pernikahan’” (HR. Ibnu Maajah 3383, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)Yang namanya rukhshah (keringanan), tidak akan ada jika tidak ada larangan atau pengharaman.
Duff dan thabl tanpa diragukan lagi termasuk alat musik. Ibnu Atsir dalam kitab Nihayah Fii Gharibil Hadits Wal Atsar berkata:
العزف: اللعب بالمعازف وهي الدفوف وغيرها مما يضرب به
“Al ‘Azaf adalah memainkan alat musik semisal duff dan semacamnya yang ditabuh”Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (1/484) berkata:
وآلات المعازف: من اليراع والدف والأوتار والعيدان
“Alat musik berupa yaraa’, duff, sitar, ‘idaan”Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari (10/46) berkata:
وفي حواشي الدمياطي، المعازف: الدفوف وغيرها مما يضرب به
“Dalam kitab Al Hawasyi karya Ad Dimyathi, al ma’azif maknanya duff dan sejenisnya yang ditabuh”Oleh karena itu, duff dan thabl baik secara bahasa maupun secara syar’i termasuk ma’azif yang dilarang dalam hadits.
Perbedaan antara duff dan thabl, yang rajih, duff biasanya terbuka satu sisinya dan tidak memiliki jalajil sedangkan thabl biasanya tertutup kedua sisinya. Ibnu Hajar berkata:
الدف الذي لا جلاجل فيه فإن كانت فيه جلاجل فهو المزهر
“Duff itu yang tidak memiliki jalajil. Jika ada jalajil-nya maka itu mizhar” (Fathul Baari, 2/440)Jika anda sudah memahami hukum asal dalam hal ini, ketahuilah bahwa ada beberapa riwayat yang mengecualikannya, yaitu membolehkan memainkan duff hanya bagi wanita dan anak kecil saja. Sedangkan bagi laki-laki, tetap pada hukum asalnya yaitu haram. Tidak ada hadits dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ataupun atsar dari sahabat Nabi atau tabi’in bahwa mereka menabuh rebana atau memainkan rebana di depan orang lain.
Selain itu, yang lebih menguatkan bahwa hukum asal memainkan duff adalah haram adalah persetujuan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap Abu Bakar Ash Shiddiq ketika ia menyifati duff sebagai seruling setan, yaitu ketika ia mendengar permainan duff tersebut dari anak-anak perempuan. Penyifatan tersebut tidak mungkin terjadi kecuali dihasilkan dari pengetahuan Abu Bakar bahwa alat musik secara umum itu haram, termasuk duff. Hanya saja ketika itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjelaskan bahwa duff itu dibolehkan khusus bagi anak-anak perempuan di hari Id. Bahkan, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri menisbatkan duff kepada setan, beliau bersabda:
إن الشيطان ليخاف منك يا عمر
“Sungguh setan itu akan takut kepadamu wahai Umar”Ini ketika ada budak wanita menabuh rebana, lalu datang Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu. Andai hukumnya mubah, tentu beliau tidak akan menisbatkan hal itu dengan setan. Adapun hadits-hadits yang diriwayatkan dalam bentuk lafadz jama’, semisal hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha, yang terdapat lafadz:
واضربوا عليه بالدف
“Mainkanlah duff untuknya (Rasulullah)”Juga hadits Mu’adz Radhiallahu’anhu, yang terdapat lafadz:
دففوا على رأس صاحبكم
“Mainkanlah duff di atas kepada sahabatmu”Atau hadits Anas Radhiallahu’anhu, yang terdapat lafadz:
اضربوا على رأس صاحبكم
“Mainkanlah duff di atas kepada sahabatmu”Ini semua hadits-hadits yang dhaif, tidak bisa menjadi hujjah.
Menabuh Rebana Yang Dibolehkan
Jika demikian jelaslah bahwa memainkan duff dibolehkan hanya untuk wanita dan anak kecil saja. Dan setelah menelusuri hadits-hadits yang membolehkan permainan duff bagi wanita dan anak kecil, semuanya tidak lepas dari dua keadaan, pesta pernikahan dan hari raya. Ada satu keadaan lagi yang diperselisihkan para ulama, dan akan kami bahas secara rinci, yaitu ketika menyambut kedatangan seseorang.Diantara hadits yang membolehkan permainan duff di saat pesta pernikahan adalah hadits Ar Rubayyi’ bintu Mu’awwidz Radhiallahu’anha, ia berkata:
دخل علي النبي صلى الله عليه وسلم غداة بُنِيَ عَلَيَّ فجلس على فراشي كمجلسك مني وجويريات يضربن بالدف
“Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam datang ketika acara
pernikahanku. Maka beliau duduk di atas tempat tidurku seperti duduknya
engkau (Khalid bin Dzakwaan) dariku. Datanglah beberapa anak perempuan
yang memainkan/memukul duff” (HR. Bukhari 4001)Sedangkan hadits yang menunjukkan kebolehan ketika hari raya adalah hadits ‘Aisyah:
أن أبا بكر رضي الله عنهما
دخل عليها وعندها جاريتان في أيام منى تدففان وتضربان والنبي صلى الله
عليه وسلم متغش بثوبه فانتهرهما أبو بكر فكشف النبي صلى الله عليه وسلم عن
وجهه فقال دعهما يا أبا بكر فإنها أيام عيد وتلك الأيام أيام منى
“Abu Bakar radhiallaahu’anhuma masuk menemuinya ’Aisyah. Di
sampingnya terdapat dua orang anak perempuan di hari Mina yang menabuh
duff. Nabi shallallaahu’alaihi wasallam ketika itu menutup wajahnya
dengan bajunya. Ketika melihat hal tersebut, Abu Bakar membentak kedua
anak perempuan tadi. Nabi shallallaahu’alaihi wasallam kemudian membuka
bajunya yang menutup wajahnya dan berkata : ”Biarkan mereka wahai Abu
Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya”. Pada waktu itu adalah
hari-hari Mina” (HR. Bukhari 987)Bahkan, seluruh hadits shahih yang sharih membolehkan permainan duff menunjukkan bahwa duff dimainkan oleh anak kecil perempuan, kecuali hadits Buraidah yang nanti akan kami sebutkan.
Hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha tentang pesta pernikahan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَا فَعَلَتْ فُلَانَةُ؟» ، لِيَتِيمَةٍ
كَانَتْ عِنْدَهَا، فَقُلْتُ: أَهْدَيْنَاهَا إِلَى زَوْجِهَا قَالَ:
«فَهَلْ بَعَثْتُمْ مَعَهَا بِجَارِيَةٍ تَضْرِبُ بِالدُّفِّ، وَتُغَنِّي؟
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: ‘Apa yang dilakukan
Fulanah?’ (terhadap anak yatim yang tinggal bersama ‘Aisyah). Aisyah
berkata: ‘Aku hadiahkan kepada suaminya’. Nabi berkata: ‘Mengapa engkau
mengutus dia bersama anak-anak perempuan yang menabuh duff?’” (HR Thabrani 3/315)Hadits Ar Rubayyi’ bintu Mu’awwidz Radhiallahu’anha:
“
جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلَ حِينَ بُنِيَ عَلَيَّ، فَجَلَسَ عَلَى
فِرَاشِي كَمَجْلِسِكَ مِنِّي، فَجَعَلَتْ جُوَيْرِيَاتٌ لَنَا، يَضْرِبْنَ
بِالدُّفِّ وَيَنْدُبْنَ مَنْ قُتِلَ مِنْ آبَائِي يَوْمَ بَدْرٍ
“Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam datang ketika acara
pernikahanku. Maka beliau duduk di atas tempat tidurku seperti duduknya
engkau (Khalid bin Dzakwaan) dariku. Datanglah beberapa anak perempuan
yang memainkan duff sambil menyebut kebaikan-kebaikan orang-orang yang
terbunuh dari nenek-moyangku pada waktu Perang Badr”(HR. Bukhari 5147)Hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha tentang hari raya:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا
جَارِيَتَانِ تَضْرِبَانِ بِدُفَّيْنِ، فَانْتَهَرَهُمَا أَبُو بَكْرٍ،
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعْهُنَّ فَإِنَّ
لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا
»“Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam masuk ke rumah Aisyah. Di dalamnya terdapat dua anak perempuan memainkan duff. Abu Bakar lalu membentak mereka. Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam lalu berkata: ‘Biarkan mereka, karena setiap kaum itu memiliki hari raya’” (HR. Ahmad dan An Nasa-i)
Menabuh Rebana Ketika Menyambut Kedatangan Orang
Namun, terdapat perbedaan hukum bagi laki-laki antara memainkan dan mendengarkan permainan duff. Karena mendengarkan permainan duff yang dimainkan anak kecil dalam acara pernikahan atau hari raya hukumnya boleh, sebagaimana telah terdapat dalam riwayat yang sudah disebutkan.Adapun memainkan duff dalam rangka menyambut kedatangan seseorang, terdapat dua hadits yang membicarakan hal ini:
Pertama, hadits Anas bin Malik radhiallahu’anhu, di dalamnya terdapat lafadz:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِبَعْضِ الْمَدِينَةِ، فَإِذَا هُوَ
بِجَوَارٍ يَضْرِبْنَ بِدُفِّهِنَّ، وَيَتَغَنَّيْنَ
“Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam melewati sebagian kota
Madinah. Ada budak-budak yang memainkan duff ketika itu, sambil
bernyanyi” (HR. Ibnu Maajah)Hadits ini tidak menunjukkan bahwa Nabi baru datang ke Madinah, sehingga tidak bisa menjadi dalil. Selain itu, yang memainkan duff adalah anak-anak perempuan. Ini diisyaratkan oleh komentar Nabi terhadap mereka, beliau berkata:
يعلم الله أني لأحبكن
“Allah tahu bahwa aku mencintai mereka”Kedua, hadits Buraidah radhiallahu’anhu, ia berkata:
خرج رسول الله صلى الله
عليه و سلم في بعض مغازيه فلما انصرف جاءت جارية سوداء فقالت يا رسول الله
إني كنت نذرت إن ردك الله صالحاً –وفي رواية: سالماً- أن أضرب بين يديك
بالدف وأتغنى فقال لها رسول الله صلى الله عليه و سلم إن كنت نذرت فاضربي
وإلا فلا فجعلت تضرب فدخل أبو بكر وهي تضرب ثم دخل علي وهي تضرب ثم دخل
عثمان وهي تضرب ثم دخل عمر فألقت الدف تحت استها ثم قعدت عليه فقال رسول
الله صلى الله عليه و سلم إن الشيطان ليخاف منك يا عمر
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pergi untuk berperang.
Ketika beliau pulang, ada seorang budak perempuan berkata kepadanya,
‘wahai Rasulullah, aku bernadzar jika engkau pulang dalam keadaan sehat
(dalam riwayat lain: selamat) aku akan menabuh duff untukmu sambil
bernyanyi’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata kepadanya:
‘Kalau engkau memang sudah bernazar, lakukanlah. Jika tidak maka jangan
lakukan’. Akhirnya ia pun memainkan duff. Lalu Abu Bakar datang dan ia
masih memainkannya. Ali datang, dan ia masih memainkannya. Utsman
datang, ia masih memainkannya. Namun ketika Umar datang, rebana itu
dilempar ke bawah dan sang budak wanita pun duduk. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Sungguh setan itu akan takut
kepadamu wahai Umar’” (HR. Tirmidzi)Yang nampak bagiku ini adalah kejadian waqi’atul ‘ain, hanya terjadi sekali dan tidak bisa diambil hukum umum serta tidak bisa dipertentangkan dengan nash yang lain. waqi’atul ‘ain adalah suatu kejadian yang zhanniyah, yang bertentangan dengan hukum asal atau kaidah-kaidah syariah yang umum sehingga menimbulkan banyaknya kemungkinan dan ta’wil. Konsekuensi dari keadaan ini adalah kaidah idza tatruq ilaihal ihtimal, saqatal istidlal (dengan adanya banyak kemungkinan maka tidak bisa menjadi dalil). Dan contoh lain dari kasus ini adalah kasus persusuan Salim pembantu Abu Hudzaifah terhadap Sahlah bintu Suhail radhiallahu’anhum, dan dikenal dikalangan ulama sebagai kasus radha’ul kabiir.
Oleh karena itu, kejadian waqi’atul ‘ain ini tidak bisa ditarik hukum umum. Kejadian-kejadian yang waqi’atul ‘ain tidak bisa dijadikan dalil untuk hukum umum. Sang budak perempuan bernazar untuk menabuh duff di hadapan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam karena gembira beliau pulang dengan selamat. Ini tidak dapat diqiyaskan. Orang-orang yang membolehkan memainkan duff secara mutlak dalam setiap acara senang-senang atau dalam setiap penyambutan orang yang baru datang, mereka lupa bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jelas-jelas melarang sang budak untuk menabuh duff bila tidak bernadzar. Larangannya terdapat di hadits itu sendiri, beliau berkata: “Jika tidak bernadzar, maka jangan”, dalam riwayat lain: “Jika tidak bernadzar, maka jangan kau lakukan”. Ini adalah larangan tegas terhadap permainan duff dalam rangka gembira menyambut kepulangannya. Hukum asal larangan adalah pengharaman, dan yang menjadi pengecualian di sini adalah sang budak telah bernadzar untuk menabuh duff di hadapan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Jadi jelas, yang menjadi pengecualian adalah nadzar sang budak untuk menabuh duff karena gembira beliau pulang dengan selamat. Maka, khususiyyah (hal yang khusus terjadi bagi Rasulullah saja) di sini jelas, walhamdulillah.
Taruhlah kejadian ini bukan khususiyyah beliau dan bukan waqi’atul ‘ain, tetap saja tidak bisa menjadi dalil bolehnya menabuh duff bagi penyambutan setiap orang yang datang. Karena betapa sering para sahabat bersafar lalu mereka pulang, dan tidak ada satu pun riwayat yang menerangkan ada wanita atau anak-anak perempuan menabuh duff untuk mereka, apalagi permainan duff yang dilakukan oleh laki-laki.
Pendapat Para Ulama
Berikut ini perkataan-perkataan para ulama yang bisa membuat anda lebih jelas, setelah anda mengetahui dalil-dalilnya.- Imam Ahmad berkata: “Simak perkataan Ibrahim: ‘Pernah suatu ketika murid-murid Abdullah bin Mas’ud di sambut oleh anak-anak perempuan dengan rebana. Lalu mereka merusak rebana tersebut’” (Al Amr bil Ma’ruf karya Al Khallal, 1/172)
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Wanita diberi keringanan untuk memainkan duff dalam pesta pernikahan dan acara gembira. Adapun laki-laki, tidak seorang pun di masa Nabi yang memainkan duff ataupun bertepuk tangan” (Majmu’ Fatawa, 11/565)
- Al Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Klaim ijma dinukil lebih dari seorang ulama, tentang larangan berkumpulnya para pemuda dan pemudi lalu didendangkan duff di situ. Sebagian ulama memang ada yang menukil khilaf yang syadz tentang hal ini. Adapun memainkan duff dan qashbah sendirian, ini diperselisihkan hukumnya dalam madzhab Syafi’i. Yang dipegang oleh para imam dari Iraq, hukumnya haram, dan mereka itu lebih kuat pemahamannya terhadap madzhab Syafi’i dari para orang Khurasan. Pendapat ini juga dikuatkan dengan hadits yang telah disebutkan. Hukum haram tersebut hanya dikecualikan dengan permainan duff oleh anak perempuan pada hari raya atau ketika menyambut kedatangan orang yang dihormati atau dalam pesta pernikahan. Sebagaimana telah ditunjukkan oleh hadits-hadits yang menjadi pegangan dalam bahasan ini. Kebolehan menabuh duff dalam kesempatan-kesempatan tersebut tidak melazimkan kebolehan menabuh duff dalam semua kesempatan” (Al Kalaam ‘Ala Mas-alatis Sima’, Ibnul Qayyim, 1/473)
- Ibnul Qayyim berkata: “Setiap perkataan yang tidak mengindahkan ketaatan kepada Allah, dan tiap suara yaraa’, mizmar dan duff hukumnya haram” (Ighatsatul Lahfaan, 1/256)
- Ibnu Rajab berkata: “Oleh karena itu mayoritas ulama berpendapat bahwa memainkan duff sambil bernyanyi bagi laki-laki hukumnya haram. Karena hal tersebut serupa dengan perbuatan wanita yang dilarang oleh agama. Ini pendapat Al Auzai’, Imam Ahmad, dan juga pendapat Al Halimi dan selainnya dari Syafi’iyyah. Adapun bernyanyi tanpa menabuh duff, dalam rangka membangkitkan semangat, hukumnya boleh. Telah diriwayatkan dari para sahabat tentang adanya rukhshah dalam hal ini” (Fathul Baari, 6/82)
- Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Mereka berdalil dengan lafadz hadits واضربوا untuk mengatakan bahwa bolehnya bermain duff tidak khusus bagi wanita. Namun hadits-hadits tersebut dhaif semua. Hadits yang kuat menunjukkan hal ini khusus bagi wanita, sehingga lelaki tidak boleh menyerupai mereka berdasarkan keumuman larangan menyerupai wanita” (Fathul Baari, 9/185)
- Ahli fiqih madzhab Syafi’i, Ibnu Hajar Al Haitami berkata: “Imam Al
Baihaqi menukil perkataan gurunya, Imam Al Halimi, dan ia menyetujuinya
yaitu bahwa jika kita membolehkan permainan duff, itu hanya untuk wanita”. Beliau juga mengatakan: “Menabuh duff itu hanya khusus bagi wanita karena pada asalnya itu adalah perbuatan wanita. Dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita” (Kaffur Ri’aa, 2/292)
Beliau juga berkata: “Mayoritas ulama madzhab kami berpendapat haramnya menabuh duff pada selain pesta pernikahan dan walimah khitan. Tidak sebagaimana yang dirajihkan oleh Syaikhain yang membolehkan diluar kedua acara itu. Karena telah ada nash (pendapat) dari Imam Asy Syafi’i dan mayoritas ulama madzhab Syafi’i bahwa hukumnya haram diluar kedua acara tersebut. Adapun pembolehan secara mutlak, tidak ada dalil yang mendasarinya. Jika berdalil dengan hadits tentang anak-anak perempuan yang memainkan duff, ini pendalilan yang lemah. Karena bagi mereka dimaafkan sesuatu yang tidak dimaafkan bagi orang yang mukallaf” (Kaffur Ri’aa, 2/291)
Kesimpulan
Thabl (bedug, drum, genderang) itu hukumnya haram dimainkan dalam keadaan dan kesempatan apa pun dan bagi siapapun. Karena ia termasuk alat musik yang tidak ada pengecualiannya dari hukum asal. Sedangkan duff (rebana), ia alat musik yang diharamkan memainkannya bagi laki-laki dalam keadaan dan kesempatan apapun. Namun diberi keringanan khusus bagi wanita dan anak-anak perempuan untuk memainkannya. Adapun laki-laki mendengarkan permainan duff dari anak-anak perempuan hukumnya mubah, sebatas dalam pesta pernikahan atau hari raya saja. Lalu mendengarkan permainan duff melalui kaset, baik bagi wanita maupun laki-laki, diluar pesta pernikahan atau hari raya, hukumnya haram. Wallahu’alam.Sumber: http://www.dorar.net/art/151
Tidak ada komentar:
Posting Komentar