Banyak orang berbicara tentang masalah ini tapi tidak sesuai dengan
yang sebenarnya. Atau tidak menjelaskan batasan-batasan dan maknanya secara
syari. Dan kapan seseorang itu keluar dari batasan-batasan tadi. Dan
seakan-akan yang menghalangi untuk membahas masalah ini adalah salahnya
¬pemahaman bahwa pembahasan masalah ini berkaitan dengan akhlaq yang rendah dan
berkaitan dengan perzinahan, perkataan yang keji. Dan hal in adalah salah. Tiga
perkara ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi untuk
menjaga dan mendorong kehormatan dan kemuliaannya.
Aku memandang pembicaraan ini yang terpenting adalah batasannya,
penyimpangannya, kebaikannya, dan kejelekannya. Tiga kalimat ini ada dalam
setiap hati manusia, dan mereka memberi makna dari tiga hal ini sesuai dengan
apa yang mereka maknai.
1. Cinta (AI-Hubb)
Cinta yaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati pada yang dicintai, dan itu
termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan itu tidak
akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta dan kasih sayang diantara
suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh karena itu,
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, menganjurkan pada orang yang meminang
untuk melihat pada yang dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta,
seperti telah kami jelaskan dalam bab Kedua.
Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i dari Mughirah bin
Su’bah Radhiyallahu ‘anhu berkata ;”Aku telah meminang seorang wanita”, lalu
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku :’Apakah kamu telah melihatnya
?” Aku berkata :”Belum”, maka beliau bersabda : ‘Maka lihatlah dia, karena
sesungguhnya hal itu pada akhimya akan lebih menambah kecocokan dan kasih
sayang antara kalian berdua’
Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut membicarakan masalah “cinta”, bahkan umumnya mereka mengira pembahasan cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa dan mereka mengira diri mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka memandang, bila hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.
Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi, mereka takut membicarakan masalah “cinta”, bahkan umumnya mereka mengira pembahasan cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa dan mereka mengira diri mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka memandang, bila hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.
Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam
pemahaman mereka tentang “cinta” dan
apa-apa yang tumbuh dari cinta itu, dari hubungan antara laki-laki dan
perempuan. Dimana mereka beranggapan bahwa cinta itu suatu maksiat, karena
sesungguhnya dia memahami cinta itu dari apa-apa yang dia lihat dari
lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan rusak yang diantara mereka
menegakkan hubungan yang tidak disyariatkan. Mereka saling duduk, bermalam,
saling bercanda, saling menari, dan minum-minum, bahkan sampai mereka berzina
di bawah semboyan cinta. Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain kecuali
yang demikian itu. Padahal sebenarnya tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.
Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan kecenderungan
wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat¬-syahwat yang telah Allah
hiaskan pada manusia dalam masalah cinta, Artinya Allah menjadikan di dalam
syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita,
sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya) :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,… “,
(Q.S Ali¬-Imran : 14)
(Q.S Ali¬-Imran : 14)
Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka
tidak ada pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun, Allah
Ta’ala tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya
menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk menegakkan
hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana tercantum
dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma berkata :
telah bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :
“Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti pemikahan
.�?
Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang rusak atau keji,
maka Allah telah menyuruh yang pertama kali agar menundukan pandangan, karena
pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah telah haramkan semua sebab-sebab yang
mengantarkan pada Fitnah, dan kekejian, seperti berduaan dengan orang yang
bukan mahramya, bersenggolan, bersalaman, berciuman antara lelaki dan wanita,
karena perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati. Maka bila hati telah
condong, dia akan sulit sekali menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati
Allah Subhanahu wa ta’ala.
Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk cinta pada syahwat ini,
maka manusia mencintainya dengan cinta yang besar, dan sungguh telah tersebut
dalam hadits bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian ; wanita dan
wangi¬-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam sholat�?
( HR Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi)
( HR Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi)
Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya.
Akan tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti
dengan amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya : apabila lelaki dan wanita
saling pandang memandang atau berduaan atau duduk cerita panjang lebar, lalu
cenderunglah hati keduanya dan satu sama lainnya saling mencinta, maka
kecondongan ini tidak akan menyebabkan keduanya disiksanya, karena hal itu
berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk menguasai hatinya. Akan
tetapi, keduanya diazab karena yang dia lakukan. Dan karena keduanya melakukan
sebab yang menyampaikan pada ‘cinta’, seperti telah kami sebutkan. Dan keduanya
akan dimintai tanggungjawab dan akan disiksa juga dari setiap keharaman yang
dia perbuat setelah itu.
Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya, maka tidak ada dosa
padanya, bahkan telah disebutkan oleh sebagian ulama seperti Imam Suyuthi,
bahwa orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia
menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala, sebagaimana akan dijelaskan
dalam ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam keadaan yang mutlak,
sesungguhnya yang paling selamat yaitu menjauhi semua sebab-sebab yang
menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta, dan mengantarkan pada bahaya-bahaya
yang banyak, namun sangat sedikit mereka yang selamat.
2. Rindu (Al-’Isyq)
Rindu itu ialah cinta yang berlebihan, dan ada rindu yang disertai dengan
menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka rindu tersebut
bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak. Tetapi bisa jadi orang yang
rindu itu, rindunya disertai dengan menjaga diri dan kesucian, dan
kadang-kadang ada rindu itu disertai kerendahan dan kehinaan.
Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan kami tentang cinta maka
rindu juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang orang tidak mampu
menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas sebab-sebab yang diharamkan dan
atas hasil-hasilnya yang haram. Adapun rindu yang disertai dengan menjaga diri
padanya dan menyembunyikannya dari orang-orang, maka padanya pahala, bahkan
Ath-Thohawi menukil dalam kitab Haasyi’ah Marakil Falah dari Imam Suyuthi yang
mengatakan bahwa termasuk dari golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang
yang mati dalam kerinduan dengan tetap menjaga kehormatan diri dan
disembunyikan dari orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari perkara yang
haram sebagaimana pembahasan dalam masalah cinta.
Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik
laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan
kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan apa yang dirindukannya dan
bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan
pahala syahid di akhirat.
Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan
bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan orang yang rendah
yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang yang sabar,
menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada keterkaitan dengan
yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya sebab ini
di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia
bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan menyembunyikan
kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapa pahala.
3. Cemburu (Al-Ghairah)
Cemburu ialah kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain dalam
hak-haknya, dan itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta. Maka tidak ada
cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan cemburu itu ternasuk sifat yang
baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-laki atau wanita.
Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan sangat marah
ketik~asuaminya berniat kawin dan ini fitrah padanya. Sebab perempuan tidak
akan menerima madunya karena kecemburuannya pada suami, dia senang bila
diutamakan, sebab dia mencintai suaminya. Jika dia tidak mencintai suaminya,
dia tidak akan peduli (lihat pada bab 1). Kita tekankan lagi disini bahwa
seorang wanita akan menolak madunya, tetapi tidak boleh menolak hukum syar’i
tentang bolehnya poligami. Penolakan wanita terhadap madunya karena gejolak
kecemburuan, adapun penolakan dan pengingkaran terhadap hukum syar’i tidak akan
terjadi kecuali karena kelalaian dan kesesatan.
Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima hukum-hukum syariat
dengan tanpa ragu¬-ragu, dan dia yakin bahwa padanya ada semua kebaikan dan
hikmah. Dia tetap memiliki kecemburuan terhadap suaminya serta ketidaksenangan
terhadap madunya.
Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari yang
jelita matanya yang Allah Ta’ala jadikan mereka untuk orang mukmin di sorga.
Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini untuk orang
mukmin atau mengingkari hai-hal tersebut, karena dorongan cemburu.
Maka kami katakan padanya :
1. Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga kelak atau tidak.
2. Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.
3. Bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengkhususkan juga bagi wanita dengan kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski klta tidak mengetahui secara rinci.
4. Surqa merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbetik dalam hati manusia, seperti firman Allah Ta’ala : “Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaltu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata scbagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan�?
(Q.S As-Sajdah : 17)
1. Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya di surga kelak atau tidak.
2. Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di dunia.
3. Bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengkhususkan juga bagi wanita dengan kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski klta tidak mengetahui secara rinci.
4. Surqa merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terbetik dalam hati manusia, seperti firman Allah Ta’ala : “Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaltu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata scbagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan�?
(Q.S As-Sajdah : 17)
Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa yang tcrsembunyi bagi
mereka dari bidadari-bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada apa-apa yang
mereka lakukan. Dan di sorga diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin dan
mukminat dari apa-apa yang mereka inginkan, dan juga didapatkan hidangan-hidangan,
dan akan menjadi saling ridho di antara keduanya sepenuhnya. Maka wajib bagi
keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal sholeh agar memperoleh
kebahagiaan di sorga dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah Ta’ala yang
sangat mulia lagi pemberi rahmat.
Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada keluarganya dan
kehormatannya, maka hal tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena termasuk
kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya dan kemuliaannya.
Dan dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak adanya kemungkaran di
keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada isteri dan anak-anaknya, yaitu
dengan cara tidak rela kalau meraka telanjang dan membuka tabir di depan
laki-laki yang bukan mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah
laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.
Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap
ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu ketika
kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini telah hidup dengan adat
barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat umumnya tidak mengenal
makna aib, kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena serba boleh
(permisivisme), mengumbar hawa nafsu kebebasan saja. Maka orang¬orang yang
mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq
Islam yang dibangun atas dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan clan keutamaan.
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mensifati
seorang laki-laki yang tidak cemburu pada keluarganya dengan sifat-¬sifat yang
jelek, yaitu Dayyuuts: Sungguh ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ath-Thabraani dari Amar bin Yasir ; serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dan
Abdullah bin Amr , dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada tiga
golongan yang tidak akan masuk surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang tua
dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang
membiarkan keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan keharaman.
(Dikutip darikitab Ushulul Mu’asyarotil Zaujiyah, Penulis:
Al-Qodhi Asy-Syaikh Muhammad Ahmad Kan’an, Edisi Indonesia “Tata Pergaulan
Suami Istri Jilid I�? Penerbit Maktabah Al-Jihad, Jogjakarta)
Disalin langsung
dari situs http://www.darussalaf.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar